Perjanjian Linggajati

Perjanjian Linggarjati

Sutan syahrir
Kesepakatan RI dan Belanda


Latar belakang 

Terjadinya Perjanjian Linggarjati ini disebabkan oleh Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda. Dalam masalah ini, pemerintah Inggris menjadi penanggungjawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, sehingga dalam perundingan ini Britania Raya berperan sebagai pihak penengah.

Pertemuan pertama antara RI, Belanda, dan Sekutu diadakan di Markas Besar Tentara Inggris di Jakarta pada 17 November 1945. Pihak Sekutu diwakili oleh Letnan Jenderal Christison, pihak Belanda oleh Dr. H.J. Van Mook selaku wakil gubernur jenderal Hindia Belanda, dan pihak RI dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir.

Letjen Christison sebagai pemrakarsa menjelaskan tujuan pertemuan itu. Tujuan pertama adalah untuk mempertemukan pihak Indonesia dan Belanda. Tujuan kedua adalah menjelaskan maksud kedatangan pasukan Sekutu. Pertemuan ini tidak menghasilkan keputusan apa pun.

Sebelum Perjanjian Linggajati dilaksanakan, dilakukan terlebih dahulu perundingan pendahuluan. Perundingan pendahuluan yang pertama dilaksanakan pada 17 November 1945 di Mabes Tentara Inggris. Namun, pertemuan itu tidak menghasilkan keputusan yang berarti. Kemudian, dilaksanakan pertemuan kedua pada 10 Februari 1946. Akan tetapi, pertemuan kedua ini tertunda hingga bulan April 1946 dan dilanjutkan di Belanda. Dalam perundingan ini, Belanda akan mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara de facto atas Jawa dan Madura dan kembali pertemuan ini mengalami jalan buntu.

Pada 30 September 1946 diadakan perundingan gencatan senjata. Masing-masing membentuk komisi gencatan senjata dan Lord Killeam sebagai penengah. Indonesia dan Belanda kembali berunding pada 7 Oktober 1946. Delegasi Indonesia diketuai oleh PM. Sutan Sjahrir dan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhom. Berikut ini hasil perundingan itu,

  1. Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada saat itu dan atas dasar kekuatan militer kedua belah pihak. 
  2. Dibentuk sebuah Komisi Gencatan Senjata untuk menangani masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.

Sementara itu, pasukan Sekutu mulai ditarik mundur dari Indonesia secara berangsur-angsur. Pada November 1946, seluruh pasukan Sekutu telah meninggalkan Indonesia.


Isi Perjanjian Linggarjati

Setelah kedua perundingan pendahuluan tersebut, sejak 10 November 1946, diadakan perundingan baru yang bertempat di Linggajati (Cirebon). Perundingan ini dipimpin oleh Lord Killearn. Pada 15 November 1946, naskah persetujuan itu ditandatangani oleh kedua belah pihak. Hasil perundingan itu adalah sebagai berikut. 

  1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. Selanjutnya, Belanda akan meninggalkan daerah de facto itu selambat-lambatnya pada 1 Januari 1949, 
  2. RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). 
  3. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Pada 25 Maret 1947, Perjanjian Linggajati ditandatangani di Istana Rijswijk (Istana Negara) Jakarta Pusat. Beberapa hari setelah penandatanganan Perjanjian Linggajati, pemerintah Inggris mengumumkan pengakuannya secara de facto terhadap Republik Indonesia. Tidak lama kemudian, pemerintah Amerika Serikat mengikuti jejak Inggris menyampaikan pengakuan de facto terhadap RI yang meliputi daerah Sumatra, Jawa, dan Madura.


Dampak Perjanjian Linggarjati

Selain memicu Agresi Militer Belanda I, perjanjian ini juga menimbulkan kontra di pihak internal Indonesia. Mengecilnya wilayah Indonesia sebagaimana tertuang pada poin 1 Perjanjian Linggarjati membuat banyak partai politik menentang hasil perjanjian tersebut. Mereka menganggap perundingan ini sebagai bukti melemahnya Tanah Air.

Bahkan, Sutan Syahrir yang kala itu mewakili Indonesia di Perundingan Linggarjati, dikecam sebagai penjual negara.  Tak hanya dari pihak Indonesia, kesalahpahaman juga muncul dari pihak Belanda.

Mereka awalnya menganggap bahwa daerah selain Jawa, Sumatra, dan Madura bakal dijadikan negara federal.  Namun, Indonesia tak menganggap demikian. Indonesia berpikir wilayah selain Jawa, Sumatra, dan Madura akan dibiarkan begitu saja tanpa perlu dijadikan negara federal.

Kesalahpahaman inilah yang membuat Belanda naik pitam hingga meluncurkan serangan Agresi Militer I.  Itulah kisah di balik Perjanjian Linggarjati yang menjadi titik awal diplomasi Indonesia. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian tersebut tak berlangsung mulus. Sebab, Indonesia dan Belanda tidak menemukan kesepakatan.


LihatTutupKomentar