TRADISI PEWARIS BUDAYA MASYARAKAT PRA AKSARA
Tradisi Pewarisan
Budaya Masyarakat
Tradisi pewarisan budaya masyarakat akan diuraikan dalam tiga bagian, yaitu cara
masyarakat merekam dan mewariskan masa lalu, cara masyarakat mengembangkan
tulisan, dan peranan folklor, mitologi, dan legenda dalam historiografi
Indonesia.
A. Cara Masyarakat Merekam dan Mewariskan Masa lalu
Cara masyarakat yang belum mengenal tulisan (masa pra-aksara)
merekam dan mewariskan masa lalunya dilakukan melalui tradisi lisan (oral
tradition). Tradisi lisan merupakan tradisi yang terkait dengan kebiasaan atau
adat istiadat menggunakan bahasa lisan dalam menyampaikan pengalaman
sehari-hari dari seseorang kepada orang lain.
Tradisi
lisan dapat diartikan sebagai proses, dapat pula sebagai produk. Sebagai proses,
tradisi lisan terkait dengan kebiasaan anggota masyarakat menyampaikan
pengalaman hidup sehari-hari serta pengalaman masa lalu melalui bahasa lisan. Sebagai produk,
tradisi lisan terbentuk karena kebiasaan anggota masyarakat tersebut
menyampaikan informasi, pengalaman melalui lisan. Sebagai produk, tradisi lisan
juga terlihat dalam legenda, folklor, kisah atau mitos. Tradisi lisan dapat
pula diartikan sebagai pengungkapan lisan yang disampaikan dengan kata-kata
dari satu generasi ke generasi yang lain dan seterusnya.
Tradisi
lisan merupakan bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari dengan menggunakan
bahasa sebagai media/alat untuk menyampaikan pesan, gagasan, serta pengalaman.
Pesan, gagasan, serta pengalaman tersebut disampaikan secara lisan oleh siapa pun yang memiliki pesan, gagasan, dan
pengalaman tersebut kepada orang lain dalam lingkungan tempat tinggal mereka.
Bagi masyarakat yang belum mengenal tulisan, tradisi lisan merupakan media
untuk mewariskan pengalaman masa lalu dan masa kini untuk generasi yang hidup
saat itu dan generasi yang akan datang.
B. Cara Masyarakat Mengenal Tulisan dan Mengembangkan
Tradisi Sejarah
Upaya masyarakat
pra-aksara untuk mempertahankan dan
menyebarluaskan
nilai-nilai moral, keagamaan, adat istiadat, petuah leluhur, peribahasa, serta
kejadian-kejadian sehari-hari yang dialaminya adalah dengan
tradisi lisan. Selain
itu melalui
tradisi lisan nilai-nilai yang terkait dengan kehidupan mereka dapat terus terpelihara dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan
datang. Misalnya, nasihat para leluhur yang disampaikan secara lisan dan
turun-temurun harus tetap dijaga. Cara yang mereka lakukan ialah dengan menjaga
nasihat tersebut melalui ingatan kolektif anggota masyarakat dan disampaikan
secara lisan.
Folklor, Mitologi, Legenda, dan Lagu
Folklor, mitologi, legenda, dan lagu-lagu di berbagai daerah
dapat digolongkan ke dalam tradisi lisan yang dapat dijadikan sebagai sumber sejarah.
· Folklor
Merupakan bagian dari sastra lisan yang berisi cerita, kisah,
adat istiadat keagamaan, upacara ritual, dan pengetahuan pada rakyat di daerah
tertentu.Sebagai sumber sejarah, folklor dapat dijadikan sebagai pelajaran,
pengajaran yang diwariskan dari masa lampau dan memberikan gambaran nyata dan
benar dari pengalaman sosial suatu kebudayaan lisan. Folklor sebagai kebudayaan dibangun dari bahan sosial, yaitu
hasil abstraksi dari pengalaman sosial suatu masyarakat.
·
Mitos
Merupakan cerita tradisional yang materinya menyangkut dewa,
penciptaan dunia, dan makhluk hidup.Dalam bahasa Yunani, mite berarti alur
pemberian hubungan antara manusia, dewa, alam semesta, dan pengalamannya.
·
Legenda
Merupakan tradisi lisan masyarakat sebagai hasil rekonstruksi
ingatan serta khayalan tentang lingkungan tempat tinggal mereka. Walaupun sulit dibuktikan
kebenaran tentang isinya, legenda dapat dikritisi oleh sejarawan sebagai salah
satu sumber sejarah untuk menggambarkan kebudayaan daerah yang diteliti. Sebagai contoh di Jawa Barat terdapat legenda Sangkuriang, dan di Sumatra
Barat terdapat legenda Malin Kundang. Legenda Sangkuriang dikaitkan dengan
terbentuknya Gunung Tangkuban Parahu, sedangkan legenda Malin Kundang terkait
dengan kisah seorang anak yang durhaka pada orangtuanya sesuai dengan adat
istiadat masyarakat Minangkabau. Legenda-legenda tersebut
berisi ajaran moral serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
setempat. Hampir semua daerah di Indonesia memiliki legenda tentang daerahnya.
- Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Bacson-Hoabinh merupakan sebuah
pegunungan yang berdekatan dan berada di daerah Tonkin di Indo-Cina sebagai
pusat kebudayaan pra-aksara. Di sini banyak ditemukan benda peninggalan
pra-aksara, seperti kapak-kapak yang masih kasar sebagai peninggalan masa Mesolitikum
dan kapak-kapak yang dikerjakan secara halus karena diasah bagian
ketajamannya (proto-neolitikum). Di antara kapak-kapak tersebut,
ada kapak Sumatra dan kapak pendek yang disebut pebbles serta alat-alat
yang dibuat dari tulang. Seorang sejarawan Prancis, M. Colani memberi nama kebudayaan Bacson-Hoabinh.
Hal ini disebabkan pada kedua tempat tersebut banyak ditemukan benda-benda
peninggalan masa mesolitikum Asia Tenggara.Dari daerah Bacson-Hoabinh kemudian
menyebar ke berbagai wilayah, termasuk ke Indonesia melalui Thailand dan
Malaysia Barat.
Selain benda-benda
kebudayaan di Tonkin juga ditemukan fosil manusia yang menempati daerah
tersebut yang terdiri atas dua golongan bangsa, yaitu jenis Papua Melanesoid
dan Europasoid. Selain itu, ditemukan pula fosil jenis Mongoloid dan
Austroloid. Persebaran jenis Melanesoid ini sampai ke Indonesia
dan Lautan Teduh. Bangsa inilah yang melahirkan kebudayaan Bacson-Hoabinh yang
menghasilkan alat-alat pebbles. Di sana pun terjadi percampuran antara Melanesoid
dan Europasoid yang melahirkan Austroloid yang pada zaman neolitikum tersebar ke seluruh
Kepulauan Indonesia. Dengan demikian, kebudayaan Neolitikum di Indonesia
berasal dari Tonkin, tepatnya di Pegunungan Bacson dan Hoabinh.
- Kebudayaan Dongson
Kebudayaan Dongson merupakan bagian dari perkembangan kebudayaan pada zaman perundagian terutama pada zaman perunggu. Kebudayaan ini berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Nusantara sejak sekitar 1000 SM sampai 1 SM bergerak ke Indonesia lalu menuju Nusantara yang berkembang di Lembah Sòng Hòng. Pada 1924, Payot mengadakan penggalian di sebuah kuburan Dongson. Dalam penggalian tersebut ditemukan berbagai macam peralatan dari perunggu, seperti nekara, bejana, ujung tombak, kapak, dan gelang-gelang.
Berbagai peralatan
yang ditemukan di Dongson memiliki kesamaan dengan yang ditemukan di
Indonesia. Kesamaan tersebut di antaranya dilihat dari segi hiasan dan bahan
yang digunakan.Nekara yang di temukan umumnya dihias gambar manusia atau
hewan. Adapun bahan logam yang digunakan untuk membuatnya mengandung unsur timah
yang berkualitas. Di Indonesia, bejana
serupa banyak ditemukan di Kerinci, Madura dan paling banyak ditemukan di pulau Sumatra, Jawa, dan
Maluku. Hal tersebut menimbulkan dugaan adanya hubungan budaya yang berkembang
antara Dongson dan Indonesia.
- Kebudayaan Sa Huynh
Kebudayaan Sa Huynh memang tidak banyak dikenal jika
dibandingkan dengan kebudayaan Hoabin, Bacson, dan Dongson. Namun ternyata
kebudayaan Sa Huynh memiliki pengaruh yang besar terhadap kebudayaan Indonesia.
Kebudayaan Sa Huynh kebudayaan pantai yang berasal dari Vietnam yang berkembang
di akhir zaman logam sekitar 600 SM – 1 M.
Teknologi yang digunakan kebudayaan
Sa Huynh untuk membuat logam disinyalir
merupakan hasil perkenalan dan pengaruh dari kebudayaan Cina. Benda
perunggu yang ditemukan di wilayah Sa Huynh berupa seperti gelang dan
lonceng. Dua benda logam tersebut diduga ikut mempengaruhi kebudayaan dan keberadaan lonceng dan gelang
di Indonesia. Kebudayaan Sa Huynh berasal dari kampung pesisir di selatan Da
Nang, di antara Thua Thein dan delta Sungai Dong Nai di Provinsi Quang Nam,
Vietnam, dan memiliki keahlian tinggi dalam bidang kerajinan logam, terutama
perunggu. Kebudayaan Sa Huynh memiliki corak yang sangat mirip dengan
kebudayaan Dongson, yang selama ini kita kenal memiliki pengaruh kuat di Asia
Tenggara. Kebudayaan Sa Huynh ini berlangsung antara 600SM sampai 1M.
Ciri khas
kebudayaan Sa Huynh yang membedakan dari kebudayaan Dong Son maupun kebudayaan
lain, adalah kubur tempayan yang merupakan prosesi
penguburan dengan memasukkan jenazah ke dalam tempayan.Setelah itu
tempayan tersebut dikuburkan ke dalam tanah. Budaya inilah
yang diyakini dibawa oleh orang Cham ke Kepulauan Indonesia. Hal ini berdasarkan
bukti-bukti arkeologis berupa penemuan tempayan kubur di Laut Sulawesi yang
memiliki kemiripan dengan tempayan kubur di Sa Huynh. Penemuan ini mendukung teori jalur perkembangan
kebudayaan Sa Huynh yang ada di Vietnam masuk ke Indonesia. Kebudayaan Vietnam diyakini masuk ke
Indonesia melalui dua jalur, yakni jalur barat, melewati pulau Sumatra, Jawa,
dan Kalimantan; dan jalur timur, melalui Formosa, Filipina, Sulawesi, Maluku,
Irian Jaya.