Bukti-Bukti Pengaruh Islam yang Masih Ada Hingga Kini
Bidang Politik
Masuknya agama Islam ke Nusantara secara tidak langsung membawa perubahan terhadap kehidupan politik dan sosial- budaya Nusantara. Dalam bidang politik, konsep dewa-raja yang bercorak Hindu-Buddha (di mana raja dianggap sebagai titisan dewa) diganti dengan konsep Islam khalifah. Sebutan "raja" diganti menjadi "sultan". Selain itu, saat meninggal sang sultan tidak di-dharma-kan di dalam candi, tetapi dimakamkan secara Islam.
Sosial-Budaya
Dalam bidang sosial-budaya, pengaruh Islam tampak setidaknya dalam beberapa hal.
Pertama, tidak dikenal lagi sistem kasta atau pelapisan sosial sebagaimana dalam agama Hindu. Hal ini juga merupakan salah satu faktor mudahnya Islam dianut masyarakat Nusantara.
Kedua, dari segi bahasa, banyak kosakata Arab dipakai atau diserap ke dalam bahasa Melayu dan kemudian bahasa Nusantara. Islam pertama kali masuk ke daerah Melayu di mana bahasa Melayu menjadi bahasa pergaulan dan bahasa komunikasi dalam perdagangan. Seiring perkembangan Islam, banyak kosakata Arab diserap (dikonversi) ke dalam bahasa Melayu. Sejarawan Jean-Gelman Taylor bahkan menyatakan 15% kosakata bahasa Melayu merupakan adaptasi bahasa Arab. Contohnya nama-nama hari, yaitu Senin (Isnain), Selasa (Sulasa), Rabu (Rauba'a), Kamis (Khamis), Jumat (Jum'at), Sabtu (Sabt). Nama-nama orang juga bercorak Arab, seperti Muhammad, Abdullah, Umar, Ali, Hasan, dan Ibrahim.
Selain itu, terjadi modifikasi atas huruf-huruf Pallawa ke dalam huruf Arab, yang kemudian dikenal sebagai huruf Jawi.
Ketiga, pengaruh lain yang sangat nyata adalah dalam bidang pendidikan, terutama melalui pesantren. Melalui pesantren, agama dan kebudayaan Islam dikembangkan dan beradaptasi dengan budaya lokal yang berkembang di sekitarnya. Jadi, pesantren ikut membentuk kebudayaan dan cara berpikir rakyat Nusantara.
Keempat, dalam hal busana, ada jenis pakaian tertentu yang menunjukkan identitas Islam, seperti sarung, baju koko, kopiah, dan kerudung.
Seni Bangunan
Sementara itu, pengaruh lainnya adalah dalam hal seni bangunan, seperti bangunan makam, masjid, dan keraton. Masjid-masjid, bangunan, dan makam kuno menunjukkan adanya akulturasi dengan bangunan pada masa Hindu-Buddha. Hal itu terlihat dari hal-hal berikut.
- Atapnya atap tumpang atau bertingkat yang jumlahnya selalu ganjil.
- Posisi masjid agak tinggi dari permukaan tanah dan berundak.
- Ada serambi yang terdapat di depan atau di samping masjid.
- Terdapat kolam atau parit di bagian depan atau di samping masjid yang digunakan sebagai tempat untuk mencuci kaki.
- Adanya pawestren, yaitu ruang khusus bagi perempuan yang terletak di sebelah kanan masjid untuk mengikuti salat berjamaah.
- Memiliki denah berbentuk bujur sangkar.
- Makam-makam kuno diletakkan di atas bukit, umumnya terbuat dari batu yang disebut dengan jirat atau kijing. Di atas jirat terdapat bangunan rumah kecil yang disebut dengan cungkup atau kubba. Bangunan makam berbentuk persegi panjang dengan arah lintang utara-selatan.
- Bangunan keraton digunakan oleh keluarga sultan sebagai tempat tinggalnya, biasanya didirikan di dekat alun-alun ibu kota dan menghadap ke utara.
Seni Sastra
Dalam bidang seni sastra, pengaruh Arab dan Persia sangat kuat, namun tetap disesuaikan dengan tradisi setempat. Pengaruh Arab terhadap seni sastra biasanya berbentuk syair yang terdiri atas empat baris dalam setiap baitnya. Adapun pengaruh Persia berbentuk hikawat, yaitu kisah perseorangan yang diangkat dari tokoh-tokoh terkenal yang hidup pada masa itu (seperti hikayat Hang Tuah, hikayat Panji Seming Bayan Budiman). Jenis sastra lainnya adalah babad, suatu karya sastra yang hidup dalam masyarakat tradisional dan lingkungan kebudayaan Jawa. Babad sebenarnya termasuk jenis historiografi tradisional dengan ciri utama bercampurnya unsur sejarah dan dongeng. Contohnya, Babad Tanah Jawi, Babad Diponegoro, Babad Cirebon. Masih terkait dengan seni sastra adalah suluk, yaitu kitab-kitab berisi ajaran Tasawuf. Contohnya Suluk Sukarsa, isinya tentang Ki Sukarsa yang mencari ilmu sejati untuk mendapatkan kesempurnaan hidup: Sulk Wujil, kumpulan nasihat Sunan Bonang kepada Wujil, seorang bertubuh kerdil bekas abdi dalem (punggawa) Majapahit.
Seni Rupa
Dalam bidang seni rupa, para seniman masa itu adakalanya membuat ukiran binatang atau makhluk hidup lainnya yang bentuknya sudah disamarkan, sebuah Teknik yang lazim disebut stilisasi (deformasi). Teknik stilisasi digunakan karena ajaran Islam melarang melukis makhluk bernyawa dalam konteks penyembahan berhala. Masuknya Islam ke tanah Jawa, misalnya, mengubah bentuk wayang yang aslinya mirip anatomi manusia menjadi tidak lagi menyerupai tubuh manusia. Wujud wayang distilisasi dan dideformasi yang hasilnya justru memperindah wujud wayang. Contoh-contoh lain stilisasi adalah patung naga di makam Sunan Giri, patung singa di kompleks pemakaman Sendang Duwur, Masjid Mantingan, Jepara, dan mimbar di Masjid Demak. Di Masjid Mantingan, Jepara, terdapat stilisasi berupa bentuk kera yang disamarkan dalam rupa ragam hias flora.
Seni Kaligrafi
Pada masa perkembangan Islam, dikenal juga seni kaligrafi atau seni menulis indah yang memadukan seni lukis dan seni ukir, yang distilisasi dan menggunakan tulisan dalam bahasa Arab. Isi penulisan dalam kaligrafi umumnya bersumber dari ayat-ayat suci Alquran dan hadis, berfungsi sebagai hiasan; umumnya menampilkan pola daun, bunga, bukit karang, pemandangan, dan garis-garis geometris. Seni kaligrafi biasanya banyak kita jumpai pada dinding-dinding masjid, menara, nisan kubur, dan lain sebagainya.
Seni Tari dan Musik
Dalam bidang seni tari dan musik, pengaruh Islam tampak dalam tiga bentuk kesenian, yakni debus, seudati, dan zapin. Diyakini sebagai kesenian asli masyarakat Banten, yang berkembang sejak masa-masa awal Islam (semasa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin [1532-1570]), debus menjadi salah satu sarana penyebaran agama Islam. Pertunjukan debus ini diawali oleh nyanyian atau pembacaan ayat-ayat tertentu dalam Alquran serta salam (salawat) kepada Nabi Muhammad. Dewasa ini debus sebagai seni bela diri dan banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat. Kesenian debus yang sering dipertontonkan di antaranya, membakar tubuh dengan api, menaiki atau menduduki susunan golok tajam, dan bergulingan di atas serpihan kaca atau beling.
Tari seudati adalah nama tarian yang berasal dari provinsi Aceh. Seudati berasal dari kata Syahadat, yang berarti saksi/ bersaksi/pengakuan terhadap "Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah". Dalam tari seudati, para penari menyanyikan lagu tertentu yang isinya berupa salawat terhadap Nabi Muhammad. Nama lainnya adalah saman (yang berarti delapan) karena permainan ini mula-mula dilakukan oleh delapan pemain.
Sementara itu, zapin merupakan khazanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab, Persia, dan India sejak abad XIII. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islam melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri atas dua alat yang utama, yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas.
Sistem Kalender
Sistem kalender juga mengalami perubahan dengan masuknya Islam. Pada masa Hindu-Buddha, digunakan sistem kalender dengan tahun Saka. Pada masa Islam digunakan sistem kalender atau penanggalan baru dengan sistem Hijriah. Kalender Hijriah diawali dengan bulan Muharam dan diakhiri dengan bulan Zulhijah. Perhitungan satu tahun Islam adalah dua belas kali siklus bulan, yang berjumlah 354 hari 8 jam 48 menit dan 36 detik. Itulah sebabnya kalender Islam sebelas hari lebih pendek dibandingkan kalender Masehi dan kalender- kalender lain yang didasarkan pada pergerakan matahari (solar calendar). Hal ini pula yang mengakibatkan sistem kalender Islam tidak selalu datang pada musim yang sama.
(dari berbagai sumber)
baca juga :