PERANG TELUK 2, Latarbelakang, Keterlibatan Amerika Serikat dan Akhir Perang

Perang Teluk II


Latar belakang

perang teluk 2

Pada tanggal 2 Agustus 1990, Presiden Irak Saddam Hussein mengerahkan 100.000 orang tentaranya menduduki negara tetangganya Kuwait. Presiden Saddam Hussein menuduh Kuwait dan Uni Emirat Arab memproduksi minyak melebihi kuota yang ditetapkan OPEC sehingga mengakibatkan harga minyak jatuh. Akibatnya Irak mengalami kerugian sebesar 14 milyar dollar AS. Tuduhan itu disampaikan dalam pidato kenegaraannya pada tanggal 17 Juli 1990.

Menanggapi tuduhan Saddam Hussein, Menteri Luar Negeri Kuwait menyatakan bahwa tuduhan Saddam Hussein adalah sebuah fitnah. Ia pun mengirim surat kepada Liga Arab agar organisasi itu mengambil tindakan terhadap Irak. Usaha-usaha yang kemudian dilakukan Liga Arab, di antaranya mengutus Presiden Mesir Husni Mubarak ke Baghdad dan Kuwait. Selain itu, diadakan pula beberapa kali pertemuan antara wakil-wakil dari kedua negara, tetapi mengalami jalan buntu.


Keterlibatan Amerika Serikat

Pendudukan tentara Irak atas Kuwait mengundang reaksi keras dari banyak negara di dunia. Amerika Serikat langsung membekukan semua aset milik Irak dan Kuwait yang ada di Amerika Serikat, serta menghentikan bantuan terhadap Irak. Tindakan Amerika Serikat diikuti pula oleh Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Sementara itu, Liga Arab dalam konferensinya di Kairo pada tanggal 3 Agustus 1990 mengecam keras tindakan Irak dan menyerukan agar Irak segera menarik mundur tentaranya dari Kuwait. Seruan yang sama datang pula dari PBB. Seruan, ancaman dan boikot yang dilancarkan berbagai pihak tidak dihiraukan Irak. Saddam Hussein menganggap Kuwait merupakan bagian dari Irak dan menjadi provinsi ke-29.

George H.W. Bush, Presiden Amerika Serikat, memerintahkan pengiriman pasukannya ke Teluk Persia untuk melindungi Arab Saudi dan untuk membebaskan Kuwait dari pendudukan tentara Irak. Presiden George H. W. Bush mengerahkan tentara Amerika dalam sebuah Operasi Badai Gurun (Operation of Desert Storm).

Perintah itu dilaksanakan Angkatan Bersenjata Amerika pada tanggal 8 Agustus 1990, yang diikuti oleh sekutu- sekutunya yaitu Inggris, Prancis, Australia, Rusia, dan sebagian besar negara-negara Liga Arab. Pada tanggal 11 Agustus 1990 sebanyak 60 buah kapal perang telah berkumpul di Teluk Persia. Begitu juga ratusan ribu tentara dari 28 negara, baik darat, udara maupun laut telah berada di Saudi Arabia. Operasi Badai Gurun melibatkan pasukan multinasional di bawah pimpinan Norman Schwarzkopf yang dijuluki "beruang jinak yang buas". 

Pada tanggal 29 November 1990 Presiden George H.W. Bush masih menghimbau agar Menteri Luar Negeri Irak Tareq Aziz datang ke Washington, sebaliknya Menteri Luar Negeri Amerika diundang ke Baghdad. Sementara itu Dewan keamanan PBB pada tanggal 30 November 1990 mengeluarkan Resolusi No. 678 yang isinya memerintahkan agar Irak selambat- lambatnya tanggal 15 Januari 1991 menarik mundur tentaranya dari Kuwait. Jika Irak tetap membangkang sampai batas waktu yang ditentukan, maka Dewan Keamanan PBB akan mengenakan sanksi lain yang dianggap perlu. Resolusi Dewan Keamanan PBB ini merupakan sarat bagi tentara multinasional untuk menggunakan kekuatan senjata dalam menghadapi Irak.

Amerika Serikat dan Sekjen PBB, Javier Perez de Cuellar telah berupaya mengadakan perundingan, namun menemui jalan buntu. Batas waktu yang ditetapkan DK PBB telah terlewati, namun belum juga ada tanda-tanda Presiden Saddam Hussein menarik mundur tentaranya. Artinya, tindakan dengan kekuatan senjata oleh Amerika Serikat tak mungkin dihindari lagi.

Hari Rabu tanggal 16 Januari 1991 pukul 19.00 waktu Washington DC atau pukul 03.00 waktu Baghdad (07.00 WIB) pesawat-pesawat pembom dan pesawat tempur multinasional memulai serangan besar- besaran terhadap semua instalasi militer Irak, baik yang berada di Irak, maupun yang berada di Kuwait. Selain pesawat, kapal-kapal tempur USS Missouri dan USS Wisconsin yang masing-masing dilengkapi dengan 32 peluncur rudal jelajah Tomhawk mengambil bagian dalam serangan awal. Pada keesokan harinya, serangan pasukan multinasional kembali dilancarkan untuk menghancurkan sasaran-sasaran strategis, berupa tempat-tempat peluncuran rudal Scud milik Irak. Hingga tanggal 17 Februari 1991, belum ada tanda-tanda Irak akan menyerah. Sementara itu, Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev diam-diam mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Irak Tareq Aziz yang ternyata juga tidak membawa hasil.


Akhir Perang Teluk II

Pada tanggal 24 Februari 1991 Jenderal Collin Powell yang dijuluki Eisenhower Hitam, mengerahkan pasukan daratnya untuk menggempur tentara Irak di Kuwait City. Pada keesokan harinya tanggal 25 Februari 15.000 tentara Irak yang telah mengalami 38 hari pemboman berat, terpaksa menyerah. Selanjutnya serangan besar-besaran tentara multinasional terus bergerak menusuk jauh ke perbatasan Irak-Kuwait dan berhasil menduduki antara Kota Baghdad dan Basrah. Daerah-daerah sekitar Sungai Eufrat dan Tigris mengalami pemboman berat. Tentara Irak berkurang drastis, baik karena tewas maupun tertawan. Begitu pula peralatan perangnya banyak yang berhasil dihancurkan dan banyak pula yang sengaja ditinggalkan begitu saja.

Posisi Irak yang terdesak di berbagai medan pertempuran menyebabkan Presiden Saddam Hussein menawarkan gencatan senjata. la berjanji akan mematuhi Resolusi DK PBB No. 660 tahun 1990, yakni menarik mundur tentaranya ke posisi-posisi semula, mengganti kerugian perang kepada Kuwait, serta membatalkan klaim atas daerah itu yang sebelumnya dinyatakan sebagai provinsi ke- 29 Irak. Pada tanggal 18 Februari 1991 presiden Amerika Serikat G H.W. Bush memerintahkan penghentian serangan terhadap Irak. Dengan demikian, perang teluk II pun berakhir.


dari berbagai sumber


baca juga : Perang Teluk 1


LihatTutupKomentar