Pertempuran Ambarawa
Ambarawa adalah kota yang terletak di Jawa Tengah, tepatnya antara Kota Semarang dan Magelang, atau antara Kota Semarang dan Solo. Pada 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik. Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro bahkan menyepakati akan menyediakan bahan makanan serta bantuan lain yang diperlukan demi kelancaran tugas Sekutu. Sementara itu, pihak Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia. Akan tetapi, NICA yang dibonceng pasukan Sekutu mempersenjatai para bekas tawanan tersebut. Hal ini menimbulkan kemarahan pihak Indonesia.
Konflik bersenjata tidak
dapat dihindari. Bermula di Magelang pada 26 Oktober, pertempuran berlanjut
antara tentara Sekutu dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pertempuran baru
berhenti ketika Presiden Sukarno tiba di Magelang pada 2 November 1945. Ia
kemudian melakukan pertemuan dengan Brigjen Bethell. Pertemuan tersebut
menghasilkan sejumlah kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan pihak Sekutu.
Berikut 3 dari 12 butir kesepakatan antara Indonesia dan Sekutu.
Sekutu akan tetap
menempatkan pasukannya di Magelang dalam rangka menyelesaikan tugas pokoknya,
yaitu mengurus para tahanan, tetapi dengan jumlah yang terbatas.
Jalan raya antara
Magelang dan Semarang tetap terbuka bagi lalu lintas tentara Sekutu dan
masyarakat Indonesia. Sekutu tidak akan mendukung aktivitas NICA dalam
badan-badan berada di bawah kekuasaannya. yang
Dalam kenyataannya, pihak
Sekutu melanggar kesepakatan tersebut, salah satunya dengan menambah jumlah
pasukannya di Magelang. Karena alasan tersebut, pada 20 November 1945, terjadi
pertempuran antara TKR dan pasukan Sekutu di Ambarawa. Pasukan Sekutu yang
berada di Magelang dikirim ke Ambarawa. Pasukan Sekutu menjatuhkan bom di
desa-desa sekitar Ambarawa sehingga TKR terpaksa menarik pasukannya ke wilayah
yang aman.
Pada 21 November 1945,
datang bantuan TKR dari Purwokerto dan juga dari Yogyakarta. Mereka mengepung
Ambarawa dengan menduduki desa-desa di sekitar kota tersebut. Selanjutnya, pada
26 November 1945, pimpinan TKR dari Purwokerto Letnan Kolonel Isdiman
pertempuran. Kedudukannya kemudian digantikan oleh gugur atasannya langsung,
yaitu Kolonel Soedirman. Kehadiran dalam Soedirman memberikan napas baru kepada
pasukan RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan
pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah
serangan mendadak di semua sektor. Sementara itu, bala bantuan terus mengalir
dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain- lain.
Yakin bahwa posisi tentara Sekutu di dalam kota mulai terdesak, pada 12
Desember 1945, Soedirman memerintahkan untuk mengepung Ambarawa dari berbagai
penjuru.
Pertempuran Ambarawa
berlangsung sengit. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan
taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga
musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya
diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada 15 Desember 1945,
pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa serta memaksa
Sekutu menarik kembali pasukannya dari Ambarawa ke Semarang. Kemenangan
pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa.
Selain itu, tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari jadi TNI Angkatan
Darat atau Hari Juang Kartika.