Kerajaan Majapahit
A. Letak Geografis
Kerajaan
Majapahit dibangun di atas Hutan Terik, sekitar tepi sungai Brantas. Berdalih
sebagai pertahanan kerajaan, karena Sungai Brantas adalah pintu keluar masuk
untuk mengakses wilayah utama kerajaan di Jawa Timur, baik Kadiri maupun
Singasari. Desa itu dibuka dengan nama Majapahit, barangkali berhubungan dengan
ditemukannya buah Maja yang pahit di daerah tersebut.
Dalam Kakawin Nagarakrtagama
disebutkan pengaruh Kerajaan Majapahit sangat luas, meliputi hampir seluruh
negara Indonesia sekarang, dari daerah di Pulau Sumatra di bagian barat, sampai
ke Maluku di bagian timur. Luasnya daerah yang terpengaruh Majapahit itu
dikuatkan oleh penjelajah Portugis, Tome Pires. Menurutnya, sampai kirakira
awal abad 15, pengaruh Majapahit masih menguasai hampir seluruh Nusantara. “Di
masa itu Negeri Jawa sangat berkuasa karena kekuatan dan kekayaan yang
dimilikinya, juga karena kerajaan ini melakukan pelayaran ke berbagai tempat
yang jauh,” kata Tome Pires dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental.
B.
Sejarah Kerajaan Majapahit
Saat
Kertanegara meninggal dalam serangan Jayakatwang pada 1292, Raden Wijaya
berhasil melarikan diri bersama Aria Wirajaya ke Sumenep, Madura dan
berstrategi membangun kerajaan baru. Raden Wijaya meminta ijin pada Jayakatwang
untuk membuka lahan baru untuk tempat berdiam, dan Jayakatwang mengijinkannya.
Dengan bantuan tentaranya dan sisa pasukan Madura, ia membersihkan lahan itu
untuk ditempati . Pada saat itu seorang tentara yang haus mencoba memakan buah
Maja dan ternyata rasanya pahit. Sejak saat itu, tempat tersebut dinamakan
Majapahit.
Pada November 1292, pasukan Mongol
mendarat di Tuban untuk membalas perlakuan Kertanegara yang mempermalukan Raja
Mongol, tetapi Kertanegara telah meninggal dunia. Raden Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol
untuk melawan kerajaan Singosari dan setelah pasukan Jayakatwang dihancurkan,
Raden Wijaya berbalik melawan pasukan Mongol dan akhirnya pasukan tersebut
meninggalkan wilayah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan kerajaan Majapahit
yang bergelar Kertajasa Jayawardhana yang berpusat di daerah Trowulan (sekarang
menjadi Kabupaten Mojokerto).
C. Sumber Sejarah
1. Prasasti Taji Gunung
Berisi tentang penyebutan dewa-dewa dengan, "Om, NamassiwayanamoBuddhaya".
Artinya "Selamat, bakti kepada Siwa dan Buddha.“
2. Prasasti Sukamerta
Pada baris kedua dan ketiga nama dewa disebut,
"Sri Maharaja, apanSiraPrabudewamurti, wirincinarayanasantaratma".
Artinya, "Sri Maharaja, karena beliau adalah raja penjelmaan dewa, yaitu
Wirinci (Brahma), Narayana (Wisnu), Sankara (Siwa)".
3. Prasasti Kudadu
Mengenai pengalaman Raden Wijaya sebelum menjadi Raja Majapahit yang telah ditolong oleh Rama Kudadu dari kejaran balatentara Jayakatwang setelah RadenWijaya menjadi raja dan bergelar Kertajaya Jayawardhana Anantawikramottunggadewa, pendudukdesa Kudadu dan Kepala desanya (Rama) diberi hadiah tanah sima.
4. Prasasti Waringin Pitu
Mengungkapkan bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi kerajaan
Majapahit yang terdiri dari 14 kerajaan bawahan.
D. Sistem
Perekonomian
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus
negara perdagangan. Dalam bidang ekonomi masyarakat di pulau Jawa telah
sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Medang yang
menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak.
Kemakmuran Majapahit didorong karena dua faktor.
- Lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi , tanahnya subur banyak menghasilkan bahanbahan ekspor, seperti beras dan kacang-kacangan
- Pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempahrempah Maluku.
E.
Perkembangan Pemerintahan
Hayam Wuruk, juga disebut
Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350– 1389. Pada masanya
Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan Mahapatih Gajah Mada yang
memiliki sumpah yang terkenal dengan “Sumpah Palapa“ yang bertekad untuk
mempersatukan nausantara dibawah kekuasaannya.
Berbagai cara dilakukan untuk melaksanakan sumpahnya yaitu dengan
menguasai daerah daerah di sekitar baik dengan cara militer berupa penaklukan
wilayah maupun dengan cara diplomasi.
Salah satu
bentuk diplomasi yang dilakukan adalah saat Majapahit berusaha menguasai
Kerajaan Sunda secara politik hubungan antara Sunda dan Majapahit baik-baik
saja. Hanya saja para penguasa Sunda tidak pernah mau tunduk di bawah
Majapahit. Peluang itu akhirnya datang,
ketika putri raja Sunda, Dyah Pitaloka akan menikah dengan Hayam Wuruk, raja
Majapahit. Sumber Pararaton, Kidung Sunda, Kidung Sundayana, dan Carita
Parahyangan mencatat keberangkatan raja Sunda beserta rombongannya ke Majapahit
untuk mengantar sang putri. Inilah kesempatan Gajah Mada untuk menuntaskan
sumpahnya. Dia membuat strategi politik dengan menafsirkan kedatangan orang
nomor satu Kerajaan Sunda itu sebagai pernyataan tunduk. Dia meminta sang putri
sebagai persembahan dari Sunda ke Majapahit. Rombongan Kerajaan Sunda tentu
saja menolak tunduk. Pernikahan pun gagal dan terjadilah Peristiwa Perang
Bubat.
Menurut kakawin
Nagarakertagama, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung
Melayu, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tuamsik
(Singapura) dan sebagian Kepulauan Filipina. Majapahit juga memiliki hubungan
dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian Selatan dan Vietnam, bahkan juga
mengirim duta dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan serangan dan ekspedisi
militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan Pada
tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan
serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.
Raja-Raja yang Pernah memerintah di Kerajaan Majapahit :
- Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309 M)
- Kalagamet/Sri Jayanagara (1309-1328 M)
- Sri Gitarja/Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350 M)
- Hayam Wuruk/Sri Rajasanagara (1350-1389 M)
- Wikramawardhana (1389-1429 M)
- Suhita/Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447 M)
- Kertawijaya/Brawijaya I (1447-1451 M)
- Rajasawardhana/Brawijaya II (1451-1453 M)
- Purwawisesa/Girishawardhana/Brawijaya III (1456-1466 M)
- Bhre Pandansalas/Suraprabhawa/Brawijaya IV (1466-1468 M)
- Bhre Kertabumi/Brawijaya V (1468 -1478 M)
- Girindrawardhana/Brawijaya VI (1478-1489 M)
- Patih Udara/Brawijaya VII (1489-1527 M)
Faktor
Faktor yang mempengaruhi perkembangan kerajaan Majapahit
- Kecakapan dari Mahapatih Gajah Mada dalam menepati sumpahnya yaitu sumpah Palapa.
- Kemajuan dalam bidang perdagangan Dan kebudayaan yang sudah tergolong maju pada masa itu.
- Sudah memiliki angkatan perang yang telah terlatih dan sangat kuat pada waktu itu.
- Susunan/sistem pemerintahan yang sudah teratur, Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk , dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya.
F.
Proses Keruntuhan Majapahit
Setelah
wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat
konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana.
Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga
menuntut haknya atas takhta. Sehingga terjadilah Perang Paregreg yang
diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, dimenangkan oleh
Wikramarwardhana. Pada akhir abad ke-14
dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang.
Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam,
yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara dan melemahkan
kekuasaan Majapahit . Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan
Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri
dari kekuasaan Majapahit.
Faktor
faktor yang mendorong kemunduran Majapahit
- Sepeninggal Hayam wuruk dan Gajah Mada tidak ada raja raja Majapahit yang cakap dalam memerintah.
- Adanya perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregrek yang mengakibatkan melemahnya kerajaan Majapahit.
- Dibaginya kekuasaan didalam sistem pemerintahan yang disdasarkan pada kekeluargaan atau lebih dikenal dengan tahun 1405-1406 nepotisme.
- Kemunduran bidang perdagangan disebabkan karena Majapahit tidak mampu lagi melindungi pusat-pusat perdagangan yang sangat luas itu.
- Pemberontakan yang dilakukan oleh seorang bangsawan Majapahit (Bhre Kertabumi) tahun 1468 dan ekspansi Kesultanan Demak ke wilayah-wilayah Majapahit baik di pesisir maupun pedalaman Pulau Jawa.
G. Peninggalan Kerajaan
Majapahit
1. Kitab Negarakertagama Karangan Mpu Prapanca
Negarakertagama berarti "negara dengan tradisi (agama)
yang suci." Kitab ini sebetulnya tidak ditemukan dalam Kakawin
Nagarakertagama. Sebab, Mpu Prapanca menyebut karyanya dengan judul
Dewacawarnana yang berarti "uraian mengenai desa-desa." Kitab ini
berisi tentang istilah raja-raja Majapahit, keadaan kota raja, candi makam
raja, upacarqa Sradha, wilayah Kerajaan Majapahit, dan negara-negara bawahan
Majapahit.
2. Kitab Sutasoma Karangan Mpu Tantular
Kitab Sutasoma ditulis dalam bahasa Jawa kuno dengan aksara
Bali. Bagian dari kakawin ini dijadikan semboyan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan ini berasal dari bagian,
"Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat berbeda. Mereka memang bebeda,
tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa
adalah tunggal. Terpecah-belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada
kerancuan dalam kebenaran."
3. Candi Tikus
Candi Tikus pertama kali ditemukan pada tahun 1914 oleh
Bupati Mojokerto saat itu, RAA Kromodjojo. Para ahli memperkirakan candi ini
sebagai peninggalan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 di pemerintahan Hayam
Wuruk. Candi ini diperkirakan sebagai tempat mandi raja dan upacara tertentu
yang dirayakan dalam kolam-kolam candi.
4. Candi Panataran
Di halaman Candi Panataran, ditemukan prasasti Palah berangka
tahun 1119 Saka atau 1197 Masehi. Prasasti yang dikeluarkan Raja Srengga dari
Kediri ini menyebutkan, ketika Hayam Wuruk dalam kirabnya keliling Jawa Timur,
ia singgah di sebuah bangunan suci bernama Palah.
5. Candi Jabung
Candi Jabung ditemukan di Desa Jabung Candi, Paiton,
Probolinggo, Jawa Timur. Menurut kitab Negarakertagama, bangunan ini dikunjungi
Hayam Wuruk pada tahun 1359 Masehi. Dalam kitab Pararaton, candi ini disebut
Sajabung, tempat pemakaman Bhra Gundal, salah seorang keluarga raja. Candi yang
berhias motif sulur ini bercorak agama Buddha karena juga disebut sebagai
Bajrajinaparamitapura.
6. Gapura Bajangratu
Gapura Bajangratu terletak di Dukuh Kraton, Desa Temon,
Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Gapura merupakan pintu untuk keluar masuk,
baik yang beratap atau tidak. Nah, Gapura Bajangratu memiliki bentuk paduraksa
yaitu bangunan berupa pintu gerbang dengan atap menyatu.