KONFLIK DI AMERIKA LATIN
KONFLIK DI KOLOMBIA
FARC |
Kolombia merupakan sebuah negara di Amerika Latin yang terletak di wilayah paling utara. Kolombia sejak dahulu dikenal sebagai negara yang sering dilkalian konflik bersenjata bahkan hingga kini masih sering terjadi. Konflik bersenjata di Kolombia berawal sejak tahun 1920-an, dimulai dengan gelombang protes dari para petani lokal akibat buruknya kondisi petani selama bekerja di ladang para tuan tanah. Para petani menghimpun masa dan kekuatan untuk melancarkan aksi protes dengan membawa paham perjuangan sosialisme dan komunisme. Para simpatisan dari kiri tersebut kemudian membentuk Partai Sayap Komunis Kolombia (PKK) dan menjalin kontak dengan milisi-milisi petani Kolombia. Munculnya PKK sering memunculkan gesekan politik dengan partai-partai yang memiliki ideologi berseberangan, khususnya Partai Konservatif.
Pada tahun 1964, pemerintah Kolombia melakukan penyerangan ke markas milisi petani di Kolombia Selatan atas dukungan kubu Partai Konservatif dan juga negara Amerika Serikat. Atas penyerangan ini, para milisi petani dan simpatisan yang berideologi sosialisme-komunisme menyatukan kekuatan dan membentuk kelompok "Bloque Sur” (Blok Selatan) yang kemudian bertransformasi menjadi Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia- Ejercito del Pueblo (FARC-EP, Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia-Tentara Rakyat). FARC merupakan kelompok bersenjata yang memperjuangkan pendirian pemerintahan komunis dan memperjuangkan nasib para petani Kolombia. FARC pada awalnya merupakan kelompok militer yang hanya beroperasi di Kawasan pelosok Kolombia.
Namun memasuki tahun 1980-an, FARC mulai memperluas area operasinya ke kawasan kota dan melancarkan serangan terhadap pasukan militer Kolombia. Sebagian anggota FARC juga dikirim ke Vietnam maupun Uni Soviet untuk memperoleh pelatihan militer, sehingga pasukan FARC menjadi semakin tangguh dan berbahaya. Pada tahun 2002, pemerintah mulai menerapkan kebijakan keras untuk melumpuhkan kelompok FARC dengan segala cara. Anggaran militer ditambah hingga dua kali lipat dan menambah serta memodernisasi persenjataan militer Kolombia.
Kebijakan ini mulai diterapkan sejak naiknya Alvaro Uribe menjadi presiden Kolombia. Adanya pemerintahan baru yang meningkatkan perlawanan terhadap FARC, membuat kekuatan FARC mengalami penurunan dan internsitas baku tembak juga lebih sedikit. Pada tahun 2010, pemerintah Kolombia menyatakan bahwa FARC masih memiliki pasukan sebanyak 5.000 personil dan ratusan sandera dari pihak sipil.